OLEH : Ahmad Khumaedi
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun secara khusus untuk memenuhi mata kuliah Pembangkit Energi Elektrik serta disusun sedemikian rupa dengan menambah beberapa gambar dengan maksud agar mempermudah dalam pemahaman makalah ini.
Adapun harapan penyusun yaitu materi dalam makalah ini dapat berguna dan mamberikan manfaat ilmu pengetahuan bagi para pembaca sehingga peranan makalah ini menjadi kuat di mata masyarakat.
Seperti pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, tentu makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga segala kritik dan saran akan saya terima dengan hati terbuka demi kesempurnaan makalah ini.
Dan akhirnya tidak lupa saya ucapkan banyak terima kasih pada teman-teman yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini, serta semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini. Semoga Alllah SWT memberikan rahmatnya kepada kita semua.
Bandar Lampung, 18 April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………….......................……………...i
DAFTAR ISI ………………………………………………………........................…………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ………….........…………………………...…...…. 1
1.2 Tujuan…………………………………………………….........................……………2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Angin…….……………… 3
2.2 Dampak PLT Angin Terhadap Lingkungan ……………….......……… 13
2.3 Problem Teknis yang Dihadapi PLT Angin …………………..….....17
2.4 Solusi Masalah Teknis …………...........……………………………..……. 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………..…………….. 20
3.2. Saran ……………………………………………………..…….…… 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Misalnya untuk penerangan, proses industri atau untuk menggerakkan peralatan rumah tangga diperlukan energi listrik, untuk menggerakkan kendaraan baik roda dua maupun empat diperlukan bensin, serta masih banyak peralatan di sekitar kehidupan manusia yang memerlukan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil yang berbentuk minyak bumi dan gas bumi. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil setidaknya memiliki tiga ancaman serius, yakni:
1. Menipisnya cadangan minyak bumi.
2. Kenaikan / ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak.
3. Polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Kadar CO2 saat ini disebut sebagai yang tertinggi selama 125 tahun belakangan, efek buruk CO2 terhadap pemanasan global telah disepakati hampir oleh semua kalangan. Hal ini menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Oleh karena itu, pengembangan dan implementasi bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai negara. Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan berbagai peraturan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil (misalnya: Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1980 dan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 996.K / 43 / MPE / 1999 tentang prioritasi penggunaan bahan bakar terbarukan untuk produksi listrik yang hendak dibeli PLN). Namun sayang sekali, pada tataran implementasi belum terlihat adanya usaha serius dan sistematik untuk menerapkan energi terbarukan guna substitusi bahan bakar fosil. (Yuli Setyo : 2005)
Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam, Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan.
1.2 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembangkit Energi Elektrik.
2. Pemanfaatan Tenaga Angin saat ini.
3. Penambahan pengetahuan tentang Energi konvensional sebagai pembangkit listrik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam, Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Secara sederhana sketsa kincir angin adalah sebagai berikut :
Syarat – syarat dan kondisi angin yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Kondisi Angin
Tabel 2. Tingkat Kecepatan Angin 10 meter di atas permukaan tanah
Angin kelas 3 adalah batas minimum dan angin kelas 8 adalah batas maksimum energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik.
Pemanfaatan energi angin merupakan pemanfaatan energi terbarukan yang paling berkembang saat ini. Berdasarkan data dari WWEA (World Wind Energy Association), sampai dengan tahun 2007 perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 93.85 GigaWatts, menghasilkan lebih dari 1% dari total kelistrikan secara global. Amerika, Spanyol dan China merupakan negara terdepan dalam pemanfaatan energi angin. Diharapkan pada tahun 2010 total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin secara glogal mencapai 170 GigaWatt.
Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW) sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW) pada tahun 2025.
Tenaga angin telah lama dimanfaatkan di tanah air kita sejak ratusan mungkin ribuan tahun yang lalu, khususnya untuk menggerakkan kapal layar sampai sekarang, dan yang banyak kita lihat sekarang digunakan dalam tambak-tambak ikan di tepi pantai untuk menggerakkan baling-baling (atau turbin angin) untuk menjalankan memompaan air. Namun baiklah kalau kita di Indonesia mulai mempopulerkan PTLTA, khususnya ukuran kecil. PTLTA ukuran kecil adalah istilah yang biasanya diberikan kepada unit 50 KW atau lebih kecil. Tempat-tempat terpencil yang biasanya menggunakan diesel-generator dapat menggantikannya atau menambahkannya dengan PTLTA ukuran kecil ini. Salah satu contoh PTLTA ukuran kecil terlihat di gambar #1 sbb:
Gambar #1
Komponen PTLTA Komponen-komponen PTLTA dari ukuran besar, pada umumnya dapat terlihat dalam gambar #2, sbb; sedangkan untuk ukuran kecil biasanya tidak semua komponen ada seperti yang terklihat dalam gambar #2
Anemometer: Mengukur kecepatan angin, dan mengirim data angin ini ke Alat Pengontrol.
Blades (Bilah Kipas): Kebanyakan turbin angin mempunyai 2 atau 3 bilah kipas. Angin yang menghembus menyebabkan turbin tersebut berputar.
Gambar#2
Brake (Rem): Suatu rem cakram yang dapat digerakkan secara mekanis, dengan tenaga listrik atau hidrolik untuk menghentikan rotor atau saat keadaan darurat.
Controller (Alat Pengontrol): Alat Pengontrol ini menstart turbin pada kecepatan angin kira-kira 12-25 km/jam, dan mematikannya pada kecepatan 90 km/jam. Turbin tidak beroperasi di atas 90 km/jam, karena angina terlalu kencang dapat merusakkannya.
Gear box (Roda Gigi): Roda gigi menaikkan putaran dari 30-60 rpm menjadi kira-kira 1000-1800 rpm yaitu putaran yang biasanya disyaratkan untuk memutar generator listrik.
Generator: Generator pembangkit listrik, biasanya sekarang alternator arus bolak-balik.
High-speed shaft (Poros Putaran Tinggi): Menggerakkan generator.
Low-speed shaft (Poros Puutaran Rendah): Poros turbin yang berputar kira-kira 30-60 rpm.
Nacelle (Rumah Mesin): Rumah mesin ini terletak di atas menara . Di dalamnya berisi gear-box, poros putaran tinggi / rendah, generator, alat pengontrol, dan alat pengereman.
Pitch (Sudut Bilah Kipas): Bilah kipas bisa diatur sudutnya untuk mengatur kecepatan rotor yang dikehendaki, tergantung angin terlalu rendah atau terlalu kencang.
Rotor: Bilah kipas bersama porosnya dinamakan rotor.
Tower (Menera): Menara bisa dibuat dari pipa baja, beton, rangka besi. Karena kencangnya angin bertambah dengan ketinggian, maka makin tinggi menara makin besar tenaga yang didapat.
Wind direction (Arah Angin): Gambar #2 adalah turbin yang menghadap angin, desain turbin lain ada yang mendapat hembusan angin dari belakang.
Wind vane (Tebeng Angin): Mengukur arah angin, berhubungan dengan penggerak arah yang memutar arah turbin disesuaikan dengan arah angin.
Yaw drive (Penggerak Arah): Penggerak arah memutar turbin ke arah angin untuk desain turbin yang menghadap angin. Untuk desain turbin yang mendapat hembusan angin dari belakang tak memerlukan alat ini.
Yaw motor (Motor Penggerak Arah): Motor listrik yang menggerakkan penggerak arah.
Data kekeuatan angin Untuk keperluan perencanaan pemasangan PTLTA skala besar atau menengah, sebaiknya data kekuatan angin di suatu daerah perlu diperoleh, agar dapat mendesain ukuran PTLTA yang tepat dan ekonomis. Salah satu contoh data yang diambil di suatu tempat (Lee Ranch, Colorado) di Amerika Serikat pada tahun 2002 adalah sebagai berikut:
Berikut ini adalah skema Pembangkit Listrik Tenaga Angin sederhana
Skema Pembangkit Listrik Tenaga Angin Sederhana
Konversi dari energy angin menjadi energy listrik sama dengan pembangkitan dengan energy primer lainnya yaitu angin yang memutar baling-baling kincir (turbin angin) kemudian turbin yang sudah terkopel ke generator akan menggerakkan generator sehingga generator dapat menghasilkan energy listrik,namun karena energy angin tidak tetap maka energy listrik yang dihasilkan digunakan untuk mencharge baterai/aki sebagai cadangan apabila kapasitas anginnya berkurang. Angin akan memutar sudut turbin, kemudian memutar sebuah poros yang dihubungkan dengan generator, lalu menghasilkan listrik. Turbin untuk pemakaian umum berukuran 50-750 kilowatt. Sebuah turbin kecil, kapasitas 50 kilowatt, digunakan untuk perumahan, piringan parabola, atau pemompaan air.
Dalam perkembangannya, turbin angin dibagi menjadi jenis turbin angin propeler dan turbin angin Darrieus. Kedua jenis turbin inilah yang kini memperoleh perhatian besar untuk dikembangkan. Pemanfaatannya yang umum sekarang sudah digunakan adalah untuk memompa air dan pembangkit tenaga listrik.
Turbin angin propeler adalah jenis turbin angin dengan poros horizontal seperti baling-baling pesawat terbang pada umumnya. Turbin angin ini harus diarahkan sesuai dengan arah angin yang paling tinggi kecepatannya. Kecepatan angin diukur dengan alat yang disebut anemometer. Anemometer jenis mangkok adalah yang paling banyak digunakan. Anemometer mangkok mempunyai sumbu vertikal dan tiga buah mangkok yang berfungsi menangkap angin.
Jumlah putaran per menit dari poros anemometer dihitung secara elektronik. Biasanya, anemometer dilengkapi dengan sudut angin untuk mendeteksi arah angin. Jenis anemometer lain adalah anemometer ultrasonik atau jenis laser yang mendeteksi perbedaan fase dari suara atau cahaya koheren yang dipantulkan dari molekul-molekul udara.
Contoh turbin angin horisontal
Turbin angin Darrieus merupakan suatu sistem konversi energi angin yang digolongkan dalam jenis turbin angin berporos tegak. Turbin angin ini pertama kali ditemukan oleh GJM Darrieus tahun 1920. Keuntungan dari turbin angin jenis Darrieus adalah tidak memerlukan mekanisme orientasi pada arah angin (tidak perlu mendeteksi arah angin yang paling tinggi kecepatannya) seperti pada turbin angin propeler.
Contoh turbin angin horizontal
Turbin angin pertama sebagai pembangkit listrik adalah berupa sebuah kincir angin tradisional yang dibuat oleh Poul la Cour di Denmark lebih dari 100 tahun yang lalu. Berikutnya baru di awal abad ke-20, mulai ada mesin eksperimental untuk turbin angin ini. Pengembangan lebih serius baru dilakukan pada saat terjadi krisis minyak pada era 1970-an, dimana banyak pemerintah di seluruh dunia mulai menggelontorkan dana untuk riset dan pengembangan sumber energi alternatif. Di awal 80-an, terlihat pengembangan utama dilakukan di California dengan pembangunan ladang pembangkit listrik turbin angin dengan ratusan turbin kecil, sehingga sampai akhir dekade tersebut sudah terbangun 15.000 turbin angin dengan kapasitas pembangkit total sebesar 1.500 MW di daerah itu (Ackermann & S?er, 2000). Namun seiring dengan makin stabilnya harga minyak dunia di era 80-an tersebut yang diikuti dengan pemangkasan subsidi pemerintah untuk dana pengembangan turbin angin ini, maka banyak perusahan turbin angin mulai gulung tikar.
Namun hal ini tidak terjadi di Denmark, dimana pemerintah tetap mendukung secara kontinyu serta mengawal pengembangan teknologi turbin angin ini. Akibatnya teknologi dasar mereka tetap terpelihara dan tidak menghilang. Sehingga pada saat pasar energi angin kembali menguat di awal 90-an, banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang ini mampu merespon dengan cepat, walhasil mereka cukup berhasil mendominasi pasar hingga saat ini. Dari sini dapat dicatat bahwa dasar keberuntungan dari energi terbarukan untuk saat ini adalah lebih berdasar pada kebutuhan yang solid untuk pengurangan perubahan iklim dan meningkatnya otonomi energi, bukan pada fluktuasi alami dari harga minyak dunia.
Sejauh ini, sebagian besar ladang turbin angin yang terpasang masih di daratan. Hasil studi "WindEnergy-Study 2004-Assesment of the Wind Energy Market until 2012", menunjukkan optimisme bahwa pelipatgandaan kapasitas terpasang turbin angin di seluruh dunia dari 4~150.000 MW bisa tercapai (Gambar 2-kiri). Hasil studi pasar lainnya oleh BTM Consult ApS di tahun yang sama, "World Market update 2003", juga menunjukkan kecenderungan yang serupa. Hingga sekitar tahun 2002, kapasitas total terpasang untuk turbin angin di darat berkisar 24 GW dan lebih dari 3 tahun terakhir, laju instalasi per tahunnya telah mencapai 4 GW. Saat ini laju rata-rata turbin terpasang secara internasional sudah mendekati 1 MW per unit (Gambar 2-kanan). Dengan keberhasilan pengembangan dalam skala yg ekonomis tersebut, saat ini energi angin sudah mampu bersaing dengan pembangkit listrik tradisional seperti batubara maupun nuklir untuk daerah dimana kaya akan potensi angin.
Gambar 2. Kiri: Pengembangan kapasitas terpasang turbin angin beserta prediksinya hingga tahun 2012 (Klose & Dalhoff, 2005), Kanan: Kapasitas terpasang tahunan dan dimensi rata-rata turbin angin (Henderson et al., 2002a).
Dari sisi teknologi, berbagai konsep disain turbin angin telah banyak dikembangkan hingga saat ini. Sebuah disain turbin "standart" telah diawali khususnya di Denmark dan Jerman yang sudah terbukti dengan baik performansinya dan telah menyebar ke seluruh dunia sejak awal tahun 1980-an. Turbin ini terdiri dari sebuah rotor 3 daun dengan sebuah sumbu penghubung horizontal yang ditopang oleh semacam stuktur tower (Gambar 3). Untuk turbin angin lepas-pantai, beberapa aspek disain tambahan harus diperhatikan, misalnya proteksi terhadap lingkungan yang korosif, masalah pemasangan dan perbaikan turbin di lokasi operasi serta transportasi dan instalasi dari struktur penopangnya (Klose & Dalhoff, 2005).
Seperti terlihat pada Gambar 3, dimensi dari turbin angin telah mengalami pertumbuhan cukup signifikan selama kurun waktu 20 tahun belakangan. Salah satu faktor pembatasnya yang paling penting adalah terletak pada teknolgi produksi dari daun rotor besar yang terbuat dari bahan fiber-reinforced plastics (FRP). Di awal tahun 80-an, output rata-rata dari sebuah turbin angin baru mencapai 30~50 kW. Namun sampai tahun 2005 sudah meningkat pesat hingga mencapai 1.500~2.000 kW untuk diameter rotor rata-rata 80 meter, bahkan bisa mencapai 5.000 kW dengan diameter rotor rata-rata 115 meter.
Gambar 3. Pertumbuhan dimensi turbin angin hingga tahun 2005 (Klose & Dalhoff, 2005)
Saat ini, angin sebagai sebuah sumber energi telah dan sedang tumbuh dengan laju pertumbuhan cukup tinggi, rata-rata per tahun mencapai 25%. Hal ini menjadikannya sebagai satu sumber energi dengan laju pertumbuhan tercepat di dunia sejak 1990. Lima pasar terbesar untuk energi angin saat ini adalah di negara Jerman, Spanyol, Amerika Serikat, Denmark dan India. Dengan ini pula, bahwasanya untuk saat ini, energi angin sudah memiliki daya saing ekonomis, ditambah lagi sifatnya yang tidak menimbulkan polusi, sangatlah menjanjikan sebagai sumber energi alternatif era milenium.
2.2 Dampak PLT Angin Terhadap Lingkungan
Keuntungan utama dari penggunaan pembangkit listrik tenaga angin secara prinsipnya adalah disebabkan karena sifatnya yang terbarukan. Hal ini berarti eksploitasi sumber energi ini tidak akan membuat sumber daya angin yang berkurang seperti halnya penggunaan bahan bakar fosil. Oleh karenanya tenaga angin dapat berkontribusi dalam ketahanan energi dunia di masa depan. Tenaga angin juga merupakan sumber energi yang ramah lingkungan, dimana penggunaannya tidak mengakibatkan emisi gas buang atau polusi yang berarti ke lingkungan.
Penetapan sumber daya angin dan persetujuan untuk pengadaan ladang angin merupakan proses yang paling lama untuk pengembangan proyek energi angin. Hal ini dapat memakan waktu hingga 4 tahun dalam kasus ladang angin yang besar yang membutuhkan studi dampak lingkungan yang luas.
Emisi karbon ke lingkungan dalam sumber listrik tenaga angin diperoleh dari proses manufaktur komponen serta proses pengerjaannya di tempat yang akan didirikan pembangkit listrik tenaga angin. Namun dalam operasinya membangkitkan listrik, secara praktis pembangkit listrik tenaga angin ini tidak menghasilkan emisi yang berarti. Jika dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan batubara, emisi karbon dioksida pembangkit listrik tenaga angin ini hanya seperseratusnya saja. Disamping karbon dioksida, pembangkit listrik tenaga angin menghasilkan sulfur dioksida, nitrogen oksida, polutan atmosfir yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan menggunakan batubara ataupun gas. Namun begitu, pembangkit listrik tenaga angin ini tidak sepenuhnya ramah lingkungan, terdapat beberapa masalah yang terjadi akibat penggunaan sumber energi angin sebagai pembangkit listrik, diantaranya adalah dampak visual , derau suara, beberapa masalah ekologi, dan keindahan.
Dampak visual biasanya merupakan hal yang paling serius dikritik. Penggunaan ladang angin sebagai pembangkit listrik membutuhkan luas lahan yang tidak sedikit dan tidak mungkin untuk disembunyikan. Penempatan ladang angin pada lahan yang masih dapat digunakan untuk keperluan yang lain dapat menjadi persoalan tersendiri bagi penduduk setempat. Selain mengganggu pandangan akibat pemasangan barisan pembangkit angin, penggunaan lahan untuk pembangkit angin dapat mengurangi lahan pertanian serta pemukiman. Hal ini yang membuat pembangkitan tenaga angin di daratan menjadi terbatas. Beberapa aturan mengenai tinggi bangunan juga telah membuat pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dapat terhambat. Penggunaan tiang yang tinggi untuk turbin angin juga dapat menyebabkan terganggunya cahaya matahari yang masuk ke rumah-rumah penduduk. Perputaran sudu-sudu menyebabkan cahaya matahari yang berkelap-kelip dan dapat mengganggu pandangan penduduk setempat.
Efek lain akibat penggunaan turbin angin adalah terjadinya derau frekuensi rendah. Putaran dari sudu-sudu turbin angin dengan frekuensi konstan lebih mengganggu daripada suara angin pada ranting pohon. Selain derau dari sudu-sudu turbin, penggunaan gearbox serta generator dapat menyebabkan derau suara mekanis dan juga derau suara listrik. Derau mekanik yang terjadi disebabkan oleh operasi mekanis elemen-elemen yang berada dalam nacelle atau rumah pembangkit listrik tenaga angin. Dalam keadaan tertentu turbin angin dapat juga menyebabkan interferensi elektromagnetik, mengganggu penerimaan sinyal televisi atau transmisi gelombang mikro untuk perkomunikasian.
Penentuan ketinggian dari turbin angin dilakukan dengan menganalisa data turbulensi angin dan kekuatan angin. Derau aerodinamis merupakan fungsi dari banyak faktor seperti desain sudu, kecepatan perputaran, kecepatan angin, turbulensi aliran masuk. Derau aerodinamis merupakan masalah lingkungan, oleh karena itu kecepatan perputaran rotor perlu dibatasi di bawah 70m/s. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa penggunaan skala besar dari pembangkit listrik tenaga angin dapat merubah iklim lokal maupun global karena menggunakan energi kinetik angin dan mengubah turbulensi udara pada daerah atmosfir.
Pengaruh ekologi yang terjadi dari penggunaan pembangkit tenaga angin adalah terhadap populasi burung dan kelelawar. Burung dan kelelawar dapat terluka atau bahkan mati akibat terbang melewati sudu-sudu yang sedang berputar. Namun dampak ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan kematian burung-burung akibat kendaraan, saluran transmisi listrik dan aktivitas manusia lainnya yang melibatkan pembakaran bahan bakar fosil. Dalam beberapa studi yang telah dilakukan, adanya pembangkit listrik tenaga angin ini dapat mengganggu migrasi populasi burung dan kelelawar. Pembangunan pembangkit angin pada lahan yang bertanah kurang bagus juga dapat menyebabkan rusaknya lahan di daerah tersebut.
Ladang angin lepas pantai memiliki masalah tersendiri yang dapat mengganggu pelaut dan kapal-kapal yang berlayar. Konstruksi tiang pembangkit listrik tenaga angin dapat mengganggu permukaan dasar laut. Hal lain yang terjadi dengan konstruksi di lepas pantai adalah terganggunya kehidupan bawah laut. Efek negatifnya dapat terjadi seperti di Irlandia, dimana terjadinya polusi yang bertanggung jawab atas berkurangnya stok ikan di daerah pemasangan turbin angin. Studi baru-baru ini menemukan bahwa ladang pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai menambah 80 – 110 dB kepada noise frekuensi rendah yang dapat mengganggu komunikasi ikan paus dan kemungkinan distribusi predator laut. Namun begitu, ladang angin lepas pantai diharapkan dapat menjadi tempat pertumbuhan bibit-bibit ikan yang baru. Karena memancing dan berlayar di daerah sekitar ladang angin dilarang, maka spesies ikan dapat terjaga akibat adanya pemancingan berlebih di laut.
Dalam operasinya, pembangkit listrik tenaga angin bukan tanpa kegagalan dan kecelakaan. Kegagalan operasi sudu-sudu dan juga jatuhnya es akibat perputaran telah menyebabkan beberapa kecalakaan dan kematian. Kematian juga terjadi kepada beberapa penerjun dan pesawat terbang kecil yang melewati turbin angin. Reruntuhan puing-puing berat yang dapat terjadi merupakan bahaya yang perlu diwaspadai, terutama di daerah padat penduduk dan jalan raya. Kebakaran pada turbin angin dapat terjadi dan akan sangat sulit untuk dipadamkan akibat tingginya posisi api sehingga dibiarkan begitu saja hingga terbakar habis. Hal ini dapat menyebarkan asap beracun dan juga dapat menyebabkan kebakaran berantai yang membakar habis ratusan acre lahan pertanian. Hal ini pernah terjadi pada Taman Nasional Australia dimana 800 km2 tanah terbakar. Kebocoran minyak pelumas juga dapat teradi dan dapat menyebabkan terjadinya polusi daerah setempat, dalam beberapa kasus dapat mengkontaminasi air minum.
Meskipun dampak-dampak lingkungan ini menjadi ancaman dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga angin, namun jika dibandingkan dengan penggunaan energi fosil, dampaknya masih jauh lebih kecil. Selain itu penggunaan energi angin dalam kelistrikan telah turut serta dalam mengurangi emisi gas buang.
2.3 Problem Teknis yang Dihadapi PLT Angin
1. Kecepatan Angin
Variable angin menimbulkan masalah manajemen sistem jaringan listrik lebih sedikit daripada yang diharapkan oleh pihak-pihak yang skeptis. Ketidakstabilan permintaan energi dan kebutuhan untuk melindungi gagalnya pembangkit listrik konvensional memenuhi kebutuhan tersebut, sesungguhnya membutuhkan sistem jaringan listrik yang lebih fleksibel daripada tenaga angin, dan pengalaman dunia nyata telah menunjukan bahwa sistem pembangkit listrik nasional mampu menjalankan tugas tersebut. Pada malam berangin, sebagai contoh, turbin angin 50% pembangkit listrik di bagian barat Denmark, tapi kekuatannya telah terbukti dapat diatur.
PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu/angin) saat ini cukup menjadi primadona di dunia barat dikarenakan potensi angin yang mereka miliki (daerah sub tropis) sangat besar. Berangsur-angsur tapi pasti, PLTN mulai diganti dengan penggunaan PLTB ataupun pembangkit renewable lainnya. Perlu diingat di lokasi-lokasi tersebut size kapasitas PLTB mereka sudah besar–besar (Min 1 MW). PLTB ukuran kecil seperti di Nusa penida dengan kapasitas 80 kW sangat teramat jarang sekarang ini.
Untuk di Indonesia, dengan iklim tropisnya mungkin akan cukup sulit untuk menemukan daerah dengan potensi angin (distribusi anginnya) yang konstan/baik. Ada beberapa daerah di Indonesia yang katanya memiliki kecepatan angin cukup tinggi (gust wind) berdasarkan survei yang dilakukan selama 3 bulan, tapi hal ini tidak berguna bagi PLTB bila kecepatan angin itu hanya cuma bertahan beberapa menit/detik saja dan kemudian hilang. Perlu adanya survei/studi berkesinambungan yang memerlukan data selama minimal satu tahun untuk mevalidasi potensi angin didaerah tersebut. Rata-rata PLTB yang dijual di pasaran untuk kapasitas kecil (kurang dari 100 kW), cut in dan cut out mereka adalah 3 dan 25 m/s dengan kecepatan optimumnya adalah 12 m/s.
Di dunia saat ini banyak ditemukan PLTB stand alone yang beredar dipasaran (untuk ukuran 10 kW). Penggunanya adalah daerah-daerah terpencil yang tidak tersentuh oleh ataupun terlalu mahal untuk dihubungkan oleh grid. Kebanyakan dari mereka tidak pure hanya menggunakan PLTB tapi juga menggunakan PV.
Selain karena disebabkan kebutuhan listrik yang cukup besar juga disertai dengan diversikasi energi apabila tiba-tiba tidak terdapat anginya yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia saat ini untuk daerah-daerah terpecil seperti di kepulauan-kepulauan, diperlukan hybrid system antara potensi renewable energy yang ada di lokasi (seperti PLTB-PLTsurya-baterai, PLTB-PLTMH-Fuel Cell, dll). Akan tetapi perlu menjadi catatan, semua teknologi untuk penggunaan energi-energi tersebut masih cukup mahal bila dilihat dari kelayakan ekonominya terutama FC dan PLTSurya.
2. Resiko Kincir
Kelemahan listrik tenaga angin pada bunyi bising kincir dan resiko tersambar petir serta tidak cocok untuk daerah jalur penerbangan. Apalagi kalau banyak yang bermain layang-layang atau banyak burung terbang jadi mudah tersangkut. Hal ini juga berpengaruh pada dampak lingkungan yang disebabkan pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Angin skala besar.
2.4 Solusi Masalah Teknis
Karena kecepatan angin yang diperlukan untuk memutar kincir sangat bergantung pada alam maka pada pembangkit listrik tenaga angin ini dilengkapi dengan charger baterai/aki,sehingga pada saat kecepatan angin cukup untuk menghasilkan listrik,listrik yang dihasilkan disimpan dalam baterai/aki dan dapat digunakan saat turbin angin tidak beroperasi. Kombinasi dari penggunaan listrik tenaga angin, tenaga surya, dan tenaga micro hidro mampu mengatasi krisis energi dan mengurangi pencemaran lingkungan. Untuk tenaga angin selama kincir berputar maka suplai listrik terus terpenuhi walau hari sudah gelap. Ingatlah bahwa matahari meradiasi 1,74 x 1.014 kilowatt jam energi ke bumi setiap jam. Jadi bumi menerima 1,74 x 1.017 watt daya. Dengan menggabungkan dua atau lebih energy konvensional maka hal ini dapat menutupi kekurangan energy yang diakibatkan kelemahan-kelemahan dari pembangkit listrik tenaga angin tersebut
Penciptaan jaringan listrik yang super mengurangi masalah ketidakstabilan angin. Caranya dengan membiarkan perubahan pada kecepatan di wilayah-wilayah berbeda untuk diseimbangkan satu sama lain. Perkembangan tenaga angin berkembang dengan pesat saat ini, namun demikian masa depan tenaga ini belum terjamin. Saat ini tenaga angin telah dimanfaatkan oleh sekitar 50 negara di dunia. Namun sejauh ini kemajuan itu disebabkan oleh usaha segelintir pihak, yang dipimpin oleh Jerman, Spanyol dan Denmark. Negara-negara lain perlu untuk memperbaiki industri tenaga angin secara dramastis jika target global ingin dicapai. Oleh karena itu prediksi untuk menjadikan tenaga angin dapat memasok energi dunia sebesar 12 persen pada tahun 2020 sebaiknya tidak dilihat sebagai hal yang pasti, tapi sebagai tujuan—satu kemungkinan masa depan yang kita bisa pilih jika kita mau.
. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Keuntungan utama dari penggunaan pembangkit listrik tenaga angin secara prinsipnya adalah disebabkan karena sifatnya yang terbarukan. Hal ini berarti eksploitasi sumber energi ini tidak akan membuat sumber daya angin yang berkurang seperti halnya penggunaan bahan bakar fosil.
2. Pembangkit Listrik Tenaga Angin juga berdampak terhadap lingkungan sekitar, dampak yang paling jelas adalah dambak visual,karena pembangkit istrik ini membutuhkan tempat yang luas untuk skala besar.
3. Ramah lingkungan- keuntungan terpenting dari tenaga angin adalah berkurangnya level emisi karbon dioksida penyebab perubahan ikilm. Tenaga ini juga bebas dari polusi yang sering diasosiasikan dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan nuklir.
4. Penggunaan energy konvensional tenaga angin merupakan alternative sumber energy yang efektif apabila digunakan ditempat yang mempunyai sumber daya angin tinggi.
3.2 Saran
Penggunaan inovasi dalam teknologi, bagaimanapun selalu memunculkan permasalahan baru yang memerlukan pemecahan dengan terknologi baru lagi. Oleh karena itu kita sebagai orang-orang yang bergerak di bidang science dan teknologi haruslah dapat terus mengembangkan teknologi yang lebih ramah lingkungan yang memiliki efek negatif sekecil mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
http://afrizalmulyana.blogspot.com/2009/12/pembangkit-listrik-tenaga-angin.html
http://renewableenergyindonesia.wordpress.com/2008/03/05/pembangkit-listrik-tenaga-angin/
http://waskita.wordpress.com/2010/05/04/pembangkit-listrik-tenaga-angin-bersih-tapi-berbahaya-juga/
http://www.alpensteel.com/article/47-103-energi-angin--wind-turbine--wind-mill/2272-pembangkit-listrik-tenaga-angin-wind-power.html
http://www.jurnalinsinyurmesin.com/index.php?option=com_content&view=article&id=98
Kadir A. 1987. Energi Angin. Dalam: Energi. UI-Pres. 243-257
www.beritaiptek.com
www.kincirangin.info